Minggu, 10 November 2013

LEGENDA SITU BAGENDIT



SITU BAGENDIT
(Cerita Rakyat Jawa Barat)

Sebelah utara Kota Garut (± 13 km) terdapat sebuah Situ (telaga=danau kecil) bernama Situ
Bagendit. Indahnya alam Situ ini telah membuat Situ Begendit terkenall sebagai tempat rekreasi
yang menyenangkan.
Konon beribu-ribu tahun sebelum Situ Bagendit menjadi “situ”, tempat itu merupakan
dataran desa yang subur. Di desa itu ada seorang janda kaya bernama Nyi Endit yang berkuasa
dan ditakuti di desa tersebut. Kekayaannya yang berlimpah-limpah ia gunakan untuk dipinjamkan
kepada penduduk dengan bunga yang amat tinggi. Untuk keamanan pribadinya, Nyi Endit
memelihara beberapa orang jago sebagai tukang kepruk. Jago-jago itu selain bertindak sebagai
pengawal pribadi Nyi Endit, juga bisa bertugas “menagih paksa” mereka yang meminjam uangnya
dan pada waktunya tak mau membayar utangnya.
Apabila musim panen tiba, di halaman rumah Nyi Endit (yang lebih pantas disebut istana)
penuh padat oleh hasil pertanian, terutama padi. Pada suatu ketika, datang musim kemarau yang
amat panjang, mengakibatkan musim paceklik pun tiba, yang menyengsarakan petani-petani yang
hidupnya sudah amat melarat. Dalam tempo singkat, penyakit kelaparan menghantui penduduk.
Hampir setiap hari selalu ada kabar kematian penduduk karena kelaparan.Tapi keadaan di istana
tuan tanah dan lintah darat Nyi Endit justru sebaliknya. Hampir seminggu sekali pesta bersama
sanak keluarga dan kerabatnya tetap diselenggarakan.
“Saudara-saudara makan dan minumlah sepuas hati ....Malam ini kita rayakan keuntungan
besar yang kuperoleh dari hasil panen tahun ini!” kata Nyi Endit sambil tersenyum di depan tamutamunya.
Tiba-tiba di tengah pesta makan itu muncul pegawai Nyi Endit dan menghadap perempuan
itu. “Nyai, di luar ada pengemis yang memaksa ingin masuk ruangan untuk minta sedekah!”
“Apa ?! Pengemis ? Tak ada sedekah yang kuberikan .......... Usir dia !! teriak Nyi Endit. Tapi
ternyata yang dimaksud dengan pengemis itu telah berada di dalam ruangan itu. “Nyi Endit kau
memang benar-benar manusia kejam!” kata pengemis tua itu. “Mau apa kau pengemis busuk!
Pergi kau dari tempatku ini!” dengan gusar Nyi Endit membentak.
Namun pengemis itu tetap diam tak beranjak dari tempatnya. Kemudian ia berkata, “Tak
mau memberikan sedekah pada manusia melarat macam aku? hm ... sungguh terkutuk hidupmu
Nyi endit ! Kau tega berpesta pora di tengah-tengah rakyat kelaparan dan sekarat karena darahnya
setiap hari kau hisap. Betul-betul kau lintah darat terlaknat !”
Mendengar ucapan pengemis tua itu Nyi Endit menjadi geram. “Binatang! Anak-anak, ayo
kepruk dan cincang keledai tua itu!” teriak Nyi Endit menyuruh pengawalnya. Serentak keempat
pengawal Nyi Endit itu mencabut goloknya masing-masing dan menyerbu pengemis tua itu. Tapi
dalam sekali gebrak keempat pengawal itu terlempar jatuh hingga beberapa meter.
Nyi Endit dan semua tamu yang hadir menjadi sangat terkejut, tak menduga si pengemis itu
memiliki kepandaian yang hebat.
“Nyi Endit, baiklah, sebelum aku meninggalkan istanamu, karena ternyata kau tak mau
berbaik hati kepadaku dan manusia-manusia melarat lainnya. Aku ingin memberikan pertunjukan
padamu ...” kata pengemis itu seraya menancapkan sebatang ranting ke lantai. “Lihatlah! Ranting
ini sudah kutancapkan ke lantai. Nah, sekarang cabutlah kembali ranting ini, bila tak sanggup kau
boleh mewakilkan kepada orang lain!. Bila kalian bisa mencabutnya, betul-betul kalian orangorang
yang paling mulia di dunia ini!.
Nyi Endit masih menganggap enteng pengemis itu. Tapi ia begitu penasaran untuk mencabut
ranting itu, maka disuruh pengawalnya yang berbadan cukup kekar untuk mencabutnya. Namun,
tak satu pun pengawalnya yang sanggup mencabut ranting itu. Oleh karena Nyi Endit tetap
sombong meskipun telah menyaksikan kehebatan pengemis tua itu, akhirnya si pengemis pun
mencabut ranting itu dan keluarlah air. Mula-mula air itu kecil, namun lama kelamaan membesar,
yang akhirnya menggenangi seluruh desa. Nah, musnahlah seluruh harta Nyi Endit yang
dikumpulkannya dengan menghisap darah penduduk karena diterjang banjir yang dahsyat itu.
Nah, air itulah yang kini menjadi situ yang dikenal dengan nama Situ Bagendit.


 

LEGENDA SEJARAH BANYUWANGI



Sejarah Banyuwangi

"Tari Barong" 
Kesenian Banyuwangi
Menurut sejarah tersedia data mengenai sejarah Blambangan, Banyuwangi ini dibentuk pada 18 Desember 1771. Sebelum Perang Puputan Bayu (Banyuwangi bahasa setempat berarti perang bertempur di Bayu, Kecamatan Songgon sekarang), ada perang heroik, ketika prajurit Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Puger (putra Wong Agung Wilis) menyerang kekuatan VOC di Banyualit pada 1768.
Namun, sayangnya tanggal acara ini tidak benar-benar tercatat dan ada kesan bahwa serangan mengakibatkan kekalahan total, tapi mungkin musuh tidak kehilangan sama sekali. Pada dasarnya catatan sejarah dari peristiwa ini sangat kabur. Diketahui bahwa selama pertempuran ini Pangeran Puger meninggal. Setelah Lateng dihancurkan, Wong Agung Wilis ditangkap dan dibawa ke Banda Island. Berdasarkan data historis, nama Banyuwangi tidak dapat dipisahkan dari Kerajaan Blambangan. Sejak jaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691), Pangeran Sasranegara, Pangeran Mancanapua, Pangeran Danureja (1691-1736), Pangeran Danuningrat (1736-1763) dan waktu pendudukan oleh Bali (1763-1767), VOC telah tidak pernah tertarik untuk memasuki dan mengendalikan Blambangan.
Pada 1743, bagian timur Jawa (termasuk Blambangan) adalah menyerah oleh Pakubuwono II kepada VOC. VOC merasa Blambangan milik mereka. Itu sementara dianggap sebagai "saham baik" yang akan dimanfaatkan bila diperlukan. Bahkan ketika Pangeran Danuningrat menginginkan bantuan VOC terhadap Bali, VOC masih belum tertarik Blambangan atau bagian kecil Banyuwangi (pada waktu itu disebut Tirtaganda, Tirtoarum, atau Tuyoarum). Lalu tiba-tiba VOC mencoba mencaplok Banyuwangi dan mengamankan seluruh kerajaan Blambangan.Selama lima tahun perang (1767-1772), VOC berusaha untuk mencaplok Banyuwangi pada waktu itu berkembang pusat perdagangan di Blambangan Raya didominasi oleh Inggris. 
Akhirnya, jelas bahwa tempat kelahiran, akhirnya dikenal sebagai Banyuwangi, mulai dengan Perang Puputan Bayu. Jika Inggris tidak ditempati Banyuwangi di 1766, mungkin VOC tidak akan mencaplok Blambangan pada tahun 1767, dan Perang Puputan Bayu tidak akan terjadi. Jelas ada korelasi yang kuat antara Perang dan Puputan Bayu kelahiran Banyuwangi. Oleh karena itu, 18 Desember 1771 adalah tepat ditunjuk sebagai hari kelahiran Banyuwangi.
The Legend Of Banyuwangi 
Penguasa kerajaan Blambangan, Raden Banterang, digunakan untuk menduduki wilayah tetangga untuk memperluas wilayahnya, termasuk Kerajaan Klungkung Bali. Pecahnya Perang Klungkung hancur seperti negara kecil. Raja Klungkung terbunuh di medan perang, namun putra putrinya dan mampu melarikan diri dan bersembunyi di hutan.
Suatu hari, Raden Banterang dan memeriksa komandan distrik-Nya sambil berburu. Itu di hutan yang Raden Banterang bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Ida Ayu Surati. Dia kemudian dibawa ke Blambangan untuk menjadi istrinya. Raden Banterang dan Ida Ayu Surati menikmati kehidupan yang bahagia di istana.
Ketika Raden Banterang sedang berburu suatu hari, putri yang kesepian terkejut oleh kedatangan seorang pengemis kotor menanyakan dia kasihan. Putri terkejut menemukan bahwa pengemis itu kakak laki-lakinya, Agung Bagus Mantra. Dia segera berjongkok dan memeluk kaki kakaknya. Namun, dia sangat menghormati kakaknya tidak diterima dengan baik. Sebaliknya, ia disiksa karena ia dianggap mengkhianatinya keluarga bangsawan.
Agung Bagus Mantra meminta adiknya untuk membunuh Raden Banterang, tetapi permintaan tersebut ditolak. Dia sangat marah padanya dan muncul dengan sebuah ide licik fitnah Raden Banterang.
Pada awalnya, Raden Banterang tidak percaya bahwa istrinya terlibat dalam sebuah skandal dengan pria lain. Namun karena Agung meyakinkan kata-kata, ia akhirnya dipengaruhi dan karena itu, istrinya diseret ke danau kecil. Meminta belas kasihan, Ida Ayu Surati mencoba mengatakan kebenaran dan menyangkal tuduhan suaminya. Mendengar penjelasan istrinya, sang raja menjadi marah dan marah. Sebagai bukti cinta suci nya, dia bertanya kepada suaminya untuk membunuhnya. Sebagai permintaan terakhir, dia bertanya kepada suaminya untuk membuang mayatnya ke sungai. Dia berkata bahwa jika air di sungai berbau mengerikan, itu berarti bahwa dia pernah berdosa, tetapi jika itu berbau harum itu berarti bahwa dia tidak bersalah. 
Raden Banterang yang tidak mampu mengendalikan emosinya, segera menusuk nya keris (belati) ke dada istrinya. Dia meninggal seketika. Mayat Ida Ayu Surati dengan cepat dilemparkan ke dalam sungai yang kotor. Raden Banterang terkejut melihat sungai tiba-tiba menjadi bersih dan jernih seperti kaca dengan bau harum. Raden Banterang menjerit ayun dan menyesali perbuatan. Dia berjalan limbung dan jatuh ke sungai berteriak, "Banyuwangi, Banyuwangi, Banyuwangi!"
Legenda lain Banyuwangi diambil dari kisah Sri Tanjung Sidopekso. Once upon a time, penguasa setempat, Raja Sulahkromo, punya Patih, R. Sidopekso. Istri Patih, Sri Tanjung, ini begitu indah sehingga raja yang dikehendaki-nya. Dalam rangka untuk dapat menggoda Sri Tanjung, sang raja memerintahkan Patih pada misi yang akan memakan waktu lama untuk menyelesaikan.Selama ketidakhadiran, raja mencoba ke pengadilan Sri Tanjung tanpa keberhasilan. Ketika R. Sidopekso kembali, ia pergi kepada penguasa pertama. Raja, marah karena rencananya tidak berhasil, mengatakan kepada Patih bahwa selama ketidakhadiran istrinya tidak setia kepadanya.Sidopekso pulang ke rumah dan istrinya dihadapkan dengan tuduhan perzinahan. Penolakan nya tidak meyakinkan dirinya, dan ia mengumumkan bahwa ia akan membunuhnya. Sri Tanjung Sidopekso dibawa ke tepi sungai. Sebelum dia ditikam sampai mati, ia bernubuat bahwa dia tidak bersalah akan terbukti. Dan memang, setelah menikam istrinya untuk kematian dan memiliki tubuh yang mati dibuang ke sungai yang kotor, sungai segera menjadi bersih dan mulai menyebar aroma yang indah. Sidopekso berkata, "Banyu ... Wangi ..... Banyuwangi ". Ini berarti "air yang harum". BANYUWANGI lahir dari bukti cinta mulia dan suci.
Banyuwangi mengunjungi negara tropis yang sesungguhnya

  • mingguan